Senin, 25 Oktober 2010
Minggu, 10 Oktober 2010

Selamat datang di website Ilmu Sains. Di sini kita menyediakan informasi, berita dan pertanyaan mengenai dunia sains untuk guru-guru dan siswa-siswi.


Apakah ini Bapaknya TIK? (Teknologi Info Komunikasi) Salah satu kata yang sering muncul di dunia sains di film, novel dan komik adalah "Mad" (Gila), misalnya kita sering mendengar "Mad Scientist". Tetapi seperti kata 'benci' diangkat sebagai singkatan untuk 'benar-benar cinta', 'gila' adalah singaktan untuk 'giat lankah'. Kalau kita melaksankan sesuatu yang luar biasa kita sering disebut gila, pada hal itu bisa sebagai langkah awal ke sesuatu yang dapat merubah gaya hidup manusia di seluruh dunia, misalnya lampu listrik, telpon, dll. Tanpa orang gila begini kita tidak dapat cepat maju!.
Sains adalah ilmu yang seperti ilmu lain terus menambahkan pengetahuan dari penelitian oleh orang yang berdisiplin dan rajin. Tetapi seringkali kemajuan sains muncul dari idea yang dari awal dianggap gila. Kita harus berani dan percaya diri, dan ingat bahwa kita dapat gagal 1000 kali dalam kegiatan percobaan, tetapi kita hanya perlu berhasil sekali, dan idea kita sudah terbukti.
Sains dan Teknologi telah melekat erat ke dalam setiap gaya hidup dan kehidupan modern, bahkan begitu pentingnya bagi pelajar, dan menjadi tuntutan dalam kehidupan professional kita, maka belajar sains dan mengembangan ketrampilan sains dan teknologi pada saat ini adalah sangat penting dan menjadi keniscayaan.
Pentingnya terampil berkomunikasi dapat dibuktikan secara sepintas melalui berbagai surat kabar harian/koran. Kebanyakan lowongan pekerjaan untuk posisi-posisi penting selalu mempersyaratkan penguasaan teknologi. Bahkan saat ini begitu terasa pentingnya bagi para pelajar Indonesia bertepatan dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan investasi asing di Indonesia.
Pengetahuan dan keterampilan ilmu sains dan teknologi memungkinkan kita dapat memasuki berbagai bidang profesi, namun demikian tanpa dibarengi dengan pengembangan kreativitas pribadi maka keterampilan itu sendiri menjadi tidak berarti dan tidak menjamin dengan sendirinya masa depan yang cerah atau adanya pengembangan karir pribadi yang pasti
Bertukar pendapat dan pengetahuan tidak hanya terbatas di sekolah atau kantor. Sama pentingnya adalah kita di dalam masyarakat global bertukar informasi sains dan teknologi dengan masyarakat yang lebih luas baik di dalam negri maupun dengan masyarakat dunia.
Di website ini kami menyediakan kesempatan untuk membahas hal-hal terkait dengan sains dan teknologi, memasang link ke situs sains dan teknologi, atau mamasang informasi mengenai pengembangan ilmu sains dan teknologi.
Kami berharap partisipasi anda dari semua propinsi untuk memajang idea-idea dan hasil praktek-praktek baru di Indonesia.Silahkan mengirim pertanyaan anda mengenai isu sains ke IlmuSains.Com dan kami akan memasang pertanyaanya dan membantu mencari jawaban.
Silahkan membaca dan mengirim informasi mengenai isu sains atau alam yang Aneh Tapi Nyata ke IlmuSains.Com dan kami akan memasang informasinya di sini.
Rabu, 29 September 2010
Kalbar Terapkan Mobile Teacher untuk Perbaiki Pendidikan
"Mobile teacher ini berbeda dengan program mutasi. Prinsipnya, guru ditugaskan ke sekolah dalam zona dan periode tertentu," ujar Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Barat Alexius Akim dalam dialog dengan Wakil Presiden Boediono di Sekolah Menegah Kejuruan Negeri 3 Pontianak, Sabtu (27/3).
Menurutnya, mobile teacher diperlukan karena kondisi penduduk provinsi itu yang tersebar hingga ke pedalaman. Namun, guru sulit ditempatkan di daerah terpencil untuk waktu yang lama karena beragam alasan.
"Guru lebih suka tinggal di kota karena lebih bisa mengembangkan diri," kata Sekretaris Dinas Pendidikan Pontianak, Musa. Maka pemerintah daerah berencana memberikan insentif tunjangan tambahan bagi guru yang bersedia ikut mobile teacher. Program ini bakal diterapkan pada tahun ajaran baru nanti, yang dimulai Juli depan.
Peserta mobile teacher akan ditempatkan di suatu daerah setidaknya satu semester. Adapun pelaksanaannya berdasar kesepekatan sukarela guru di sekolah yang kelebihan tenaga pengajar.
Akim menambahkan, program juga akan memberi manfaat selain pemerataan kualitas pendidikan. "(Antara lain) penyegaran bagi guru yang telah mengajar terlalu lama di satu sekolah, dan bagian program asistensi guru dari sekolah tertinggal pada sekolah maju," tuturnya.
BUNGA MANGGIASIH

Alexius Akim
Kepala Dinas Pendidikan Kalbar, Aleksius Akim, mengatakan hal tersebut ketika melakukan kunjungan kerja ke Sintang, Jumat (23/4). Akim juga mengaku heran dengan peringkat tersebut karena menilai tingkat pendidikan Kalbar sudah cukup bagus.
"Sampai sekarang nilai IPM kita di Kalbar ini baru 6,8 jauh dari IPM Indonesia. Ini artinya kita di Kalbar belum lulus SD semuanya," kata Akim.
Dirinya berharap Sensus Penduduk yang akan digelar BPS bisa berjalan dengan baik karena, menurutnya, kemungkinan besar nilai tersebut salah pada data di Badan Pusat Statistik (BPS).
"Selama hampir 28 tahun nilai IPM kita masih pada urutan 29 tersebut dan kita merasa heran. Makanya kita berharap pendataan berjalan lancar sehingga tidak ada data yang salah lagi," katanya. (*)
Laporan: Slamet Bowo Santoso
Editor: nip
Selasa, 21 September 2010
Selamat datang di situs Program Managing Basic Education (MBE), Pengelolaan Pendidikan Dasar. MBE merupakan program yang dibantu USAID. Salah satu tujuan penting dari homepage ini adalah menginformasikan dan membantu sekolah-sekolah yang tidak disentuh oleh program MBE.
Mudah-mudahan informasi mengenai Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Pelajaran Aktif, Kreatif, Efektif yang Menyenangkan (PAKEM) dan Peran Serta Masyarakat (PSM) akan menstimulasikan sekolah-sekolah lain yang ingin meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya akan menjalakan programnya sendiri.
Proyek Managing Basic Education (MBE) telah berjalan mulai bulan Februari 2003 s.d. Juni 2007, dan bekerja di 23 kabupaten dan kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, Aceh dan Jakarta. Proyek ini bertujuan untuk mengembangkan contoh praktik yang baik sebagai berikut:
- Tingkat Kabupaten/Kota dalam hal Manajemen Sumber Daya dan Pendanaan Pendidikan
- Tingkat Sekolah dalam hal Manajamen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM) dan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
![]() | Dalam Website MBE dapat ditemukan berbagai dokumen yang berkaitan dengan program tersebut. Dokumen ini dapat digunakan secara bebas (tetapi tidak dapat diperdagangkan) untuk menunjang pengembangan pendidikan di Indonesia maupun negara lainnya. Dokumen tersebut termasuk: |
Suara MBE: 15 edisi newsletter proyek, yang merekam banyak inovasi yang ditemukan di daerah binaan MBE
Paket Pelatihan untuk Sekolah dan Masyarakat, yang dikembangkan bekerja sama dengan program CLCC (UNESCO-UNICEF), IAPBE dan NTT-PEP (AUSAID), serta DBE (USAID). Paket ini telah digunakan secara luas oleh berbagai program dan LSM di berbagai daerah di Indonesia
- Panduan Praktik yang Baik merekam pratik yang baik, yang ditemukan di daerah-daerah binaan MBE dalam bidang manajemen dan pembelajaran
Daftar Sekolah yang Dibina Langsung oleh program MBE, disertai rekomendasi sekolah yang dapat dikunjungi oleh sekolah dan pihak lainnya yang ingin tahu lebih lanjut tentang program MBE
Daftar Fasilator (Pelatih) Daerah, banyak di antaranya yang berpengalaman melatih dan membina sekolah tidak hanya di daerah mereka sendiri, tetapi juga di daerah lainnya
Evaluasi Independen Akhir Proyek yang dilaksanakan pada awal tahun 2007
Dokumen Lain: Laporan Monitoring, Laporan Penilaian Dampak pada Siswa dan dokumen proyek lainnya
![]() | ![]() |
Suara MBE #15 |
![]() Suara MBE #14 | ![]() |
![]() | ![]() Suara MBE #13 |
![]() Suara MBE #12 | ![]() |
![]() | ![]() Suara MBE #11 |
![]() Suara MBE #10 | ![]() |
![]() | ![]() Suara MBE #9 |
![]() Suara MBE #8 | ![]() |
![]() | ![]() Suara MBE #7 |
![]() Suara MBE #6 | ![]() |
![]() | ![]() Suara MBE #5 |
![]() Suara MBE #4 | ![]() |
![]() | ![]() Suara MBE #3 |
![]() Suara MBE #2 | ![]() |
Dua pernyataan penting yang sedikit terlihat kalut ditunjukkan Mendiknas dalam menanggapi tersebarnya video porno artis hingga ke ujung negeri. Pertama, Mendiknas tak setuju dengan pendidikan seks dan, kedua, meminta kepada semua kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk setiap saat merazia isi telepon seluler para siswa karena khawatir dengan penyebaran video porno.
Jelas sekali kedua pernyataan tersebut memperlihatkan jenis pendekatan yang reaktif seorang menteri ketimbang proaktif. Di tengah ketidakmampuan birokrasi dan para guru kita dalam mendesain dan mengajarkan dokumen tertulis kurikulum secara benar, kasus video porno jelas merupakan peringatan terhadap jajaran Kemendiknas untuk lebih inovatif dan kreatif dalam mendistribusi kebutuhan virtue terhadap setiap mata ajar yang dipelajari siswa di sekolah.
Dengan perkembangan teknologi informasi yang tak mungkin dibendung, jenis kebijakan tentang pendidikan melalui TV dan film tampaknya perlu dipikirkan dengan benar. Jika kita meyakini bahwa pendidikan merupakan sebuah cara paling kuat untuk mengubah struktur budaya masyarakat, kebutuhan untuk menggunakan media massa seperti TV, film, internet, dan surat kabar/majalah dalam rangka menjaga proses terjadinya transplantasi budaya secara benar adalah imperative. Selain itu, kebijakan tentang jenis tayangan yang salah akan mempercepat terjadinya proses inflitrasi budaya satu ke budaya lainnya secara intensif dan dapat menyebabkan terjadinya penghapusan budaya (cultural genocide) secara perlahan-lahan (Nandy: 2000).
Keruntuhan citra pendidikan
Jelas sekali beredarnya video porno artis merupakan tamparan hebat terhadap citra pendidikan di Tanah Air. Tak tahu di mana mereka dulu bersekolah, jika memang benar pelakunya adalah artis yang diduga ternama. Hal itu menunjukkan adanya sikap hidup hedonis dan rendahnya moralitas artis akibat pendidikan yang salah bisa jadi merupakan salah satu penyebab. Artis, melaui teknologi informasi, bukan saja menjadi faktor pendorong runtuhnya moralitas anak muda, melainkan sekaligus merupakan korban dari arus teknologi informasi yang tanpa kontrol.
Meskipun kita telah memiliki undang-undang tentang pornografi dan teknologi informasi, paradigma perkembangan teknologi informasi dan kapitalisasi ekonomi dalam kebijakan tayangan televisi dan peredaran film jelas harus dicermati secara saksama oleh para pengambil kebijakan bidang pendidikan di Indonesia. Sebagai basis pendidikan massal paling efektif, tayangan televisi, film dan penggunaan internet memiliki peluang untuk mengubah tatanan budaya bangsa yang dikenal santun dan beradab ke arah yang kurang beradab dan tak mengenal tata krama. Dighe (2000) mengisyaratkan baik konten maupun rancangan program tayangan dalam bentuk film, video, dan musik bisa jadi merupakan manifestasi dan justifikasi superioritas budaya tertentu yang belum tentu semuanya baik.
Hasil riset menunjukkan dampak tayangan televisi, film, dan penyebaran video porno melalui internet juga menambah terjadinya praktik kekerasan, mistisisme, dan hura-hura ala sinetron. Bahkan jika semua fakultas psikologi di Indonesia mau dengan sukarela meriset kondisi mental siswa-siswi di sekolah, pastilah akan didapati banyak sekali anak usia sekolah yang mengalami depresi dan sakit jiwa.
Bahkan dalam bahasa seorang sutradara Peter Weir, sebagai toxic culture, sebuah tayangan yang terlalu memamerkan kekerasan dan erotisme sangat tidak mendidik dan dapat menyebabkan kriminalitas di usia muda meningkat, egoisme tambah menjadi-jadi, bahkan juga dapat merusak lingkungan dan budaya sekolah ke arah yang tidak sehat (Bennet: 2000; Gidley: 2000). Ketika zaman televisi masih dimonopoli TVRI, mungkin peran pendidik (guru dan orang tua) tak terlalu berat dan melelahkan. Di samping jenis tayangan memang masih terbatas, bentuk tayangan juga masih mempertimbangkan aspek budaya lokal tiap daerah di Indonesia. Tayangan Si Unyil, drama Losmen, dan serial Aku Cinta Indonesia (ACI) begitu digemari dan menjadi rujukan para guru di sekolah dan orang tua di rumah.
Dapat dibayangkan betapa berat dan sulitnya para guru dan orang tua untuk berlomba kreativitas dengan tayangan elektronik ini. Karena itulah, beberapa hasil riset tentang kekhawatiran pengaruh tayangan berbasis teknologi informasi terhadap pendidikan merekomendasikan langkah-langkah metodologis proses belajar-mengajar agar menggunakan pendekatan holistik, pro-active social skills seperti resolusi konflik dan metode cooperative learning. Jika hal itu lalai dibangun, keruntuhan citra pendidikan di Indonesia akan semakin menjadi-jadi; tidak hanya kerusakan di bidang akademis, tetapi dalam waktu bersamaan juga terjadi kerusakan moral secara masif.
Memanfaatkan budaya populer
Adalah naif dan tidak mungkin rasanya menolak budaya populer dan trend setter gaya hidup serbahedonis yang setiap hari secara terbuka ditayangkan dalam bentuk film, musik, video, dan komik/majalah. Yang paling mungkin dilakukan adalah menghidupkan kesadaran kritis para pendidik untuk memaksimalkan bentuk-bentuk tayangan tersebut sebagai tools dalam proses belajar-mengajar.
Keberanian untuk menggunakan berbagai macam jenis tayangan sebagai bahan ajar juga harus dikembangkan sedemikian rupa, bahkan termasuk mendiskusikan hal-hal yang tabu seperti masalah seks dan kekerasan. Harus kita yakini bahwa tayangan baik dalam bentuk film, video, musik, maupun komik atau fiksi terpilih dan pantas secara sadar harus mampu digunakan para guru dalam proses belajar-mengajar. Ada banyak film semisal Pay It Forward atau Freedom Writers yang layak diputar dan didiskusikan di ruang kelas dengan anak-anak kita yang sedang beranjak dewasa (tingkat menengah).
Sebagai salah satu bentuk pedagogis bergerak yang secara langsung dapat merefleksikan dunia nyata, film dapat merangsang siswa untuk mendiskusikan banyak sekali isu tentang ras, kelas, gender, kekerasan, dan orientasi seksual manusia. Karena itu, menggunakan film sebagai salah satu bahan ajar merupakan jawaban bagi para siswa yang menggemari budaya populer, tetapi dilakukan secara terbimbing di ruang kelas.
Jika hal itu dilakukan, biasanya siswa akan terlihat berani untuk menganalisis isi film dari beragam perspektif, bahkan bisa jadi mereka memiliki pandangan-pandangan yang unik menurut pengalaman masing-masing. Diskusi film selalu merupakan cara yang efektif untuk melihat reaksi siswa dalam menyikapi sebuah peristiwa dan mengambil virtue yang secara kolektif biasanya akan lebih mudah dilakukan (Sealey: 2006).
Kebiasaan dan perilaku melarang para guru terhadap siswa untuk tak melihat film dan video sebenarnya lebih akan membuat siswa penasaran. Tetapi jika itu dilakukan secara bersama-sama dengan guru dan teman mereka, proses berpikir kritis pun akan terlatih. Yang paling baik adalah kemauan guru untuk melakukan browsing bersama siswanya dalam mencari film dan video pembelajaran melalui Youtube.com, misalnya. Jutaan film setiap hari dirilis ke dalam Youtube.com, tetapi jika hal itu diniatkan sekaligus digunakan untuk tujuan pembelajaran, bisa dipastikan anak-anak akan senang untuk berbagi perspektif. Apalagi jika guru lebih kreatif, jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter bahkan bisa dijadikan sebagai medium e-learning yang dikemas untuk pola belajar tak langsung atau jarak jauh (distance learning). Hanya, pertanyaannya, berapa banyak guru yang bisa dan mau memanfaatkan teknologi informasi sebagai bahan ajar?
Gardner (2007) mengingatkan para pendidik bahwa siswa perlu dibina dan dikembangkan untuk menghadapi arus besar teknologi informasi dengan multimodal literacy skills yang sangat krusial untuk kehidupan abad 21.
Karena itu, kemampuan guru dalam penguasaan teknologi informasi juga merupakan tuntutan yang tidak bisa dihindarkan dalam kebijakan pendidikan kita. Selain itu, dalam rangka mengimbangi budaya populer yang semakin menggila, sekolah perlu dilengkapi dengan perpustakaan digital yang mampu mengakses jutaan sumber belajar yang berserakan di dunia maya. Masalah baru yang muncul dan dihadapi otoritas pendidikan kita adalah mahalnya perangkat digital sekolah dan sulit dan lamanya melatih guru untuk melek teknologi informasi.
Belum lagi tantangan dari cara pandang tradisional yang masih menganggap teknologi informasi sebagai bentuk berhala baru dan karena itu, sedapat mungkin harus dihindari. Sikap mental guru/pendidik seperti itu malah tidak akan menguntungkan dunia pendidikan kita. Karena itu, dibutuhkan mentalitas dan kapasitas akademis guru yang selalu ingin belajar, terutama dalam membina sisi afektif dan psikomotorik siswa-siswi mereka.
Apalagi saat ini juga berkembang sebuah pendekatan baru dalam mengajar yang diperkenalkan Susan M Drake dan Rebecca C Burns dalam buku Meeting Standards through Integrated Curriculum (2004), yaitu transdisciplinary approach. Transdisciplinary approach membutuhkan keterampilan guru yang luar biasa untuk memandang dan mengajarkan sebuah subjek berdasarkan tema, konsep, sekaligus keterampilan yang sesuai dengan kehidupan nyata dan minat siswa.